Sebagian investor ritel pasar modal di seluruh dunia masih cenderung menjadi pengekor atau follower.
Mereka akan mengikuti langkah investasi para bandar-bandar besar.
Akibatnya, ketika para bandar melepas aset-asetnya, investor menjadi
panik. Gulungan kepanikan ini bisa memicu penjualan massal atau panic selling.
Panic selling adalah penjualan surat berharga -misalnya
saham- secara besar-besaran yang terjadi di pasar modal. Akibatnya,
harga surat berharga akan longsor sangat dalam.
Dalam peristiwa panik jual yang terjadi tiba-tiba, para investor
biasanya berlomba-lomba keluar dari pasar paling cepat. Akibatnya,
mereka tidak memperhatikan harga jual surat-surat berharga yang mereka
miliki. Masalah utamanya, dalam panic selling, investor lebih
banyak membuat keputusan investasi berdasarkan emosi dan rasa takut.
Jadi, mereka tidak menghitung lagi faktor-faktor fundamental yang lebih
mendasar.
Pemicu panic selling bisa bermacam-macam. Yang paling sering, panic selling
terjadi karena sebuah berita buruk muncul secara tiba-tiba di pasar.
Misalnya, berita tentang perlambatan ekonomi, kredit macet yang sangat
besar, kinerja perusahaan besar yang buruk, dan seterusnya. Contoh yang
paling gres adalah berita tentang maraknya kredit macet perumahan
berisiko tinggi (subprime mortgage) di Amerika Serikat (AS)
baru-baru ini. Berita ini membuat pelaku pasar sangat sensitif. Ketika
investor besar menjual surat berharganya, investor kecil yang lebih
cenderung ikut-ikutan (follower) langsung panik dan ikut melepas investasinya.
Dalam kasus yang paling parah, panic selling itu bisa membuat pasar modal hancur (crash). Salah satu contoh paling tragis adalah peristiwa Black Monday yang terjadi pada 19 Oktober 1987. Pada waktu itu, akibat panic selling,
indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di bursa New York atau New
York Stock Exchange (NYSE) rontok 22% dalam sehari. Peristiwa ini memicu
indeks-indeks bursa saham di seluruh dunia ikut terseret longsor. Pada
akhir bulan, indeks-indeks bursa besar dunia telah turun 20%.
Untuk mengantisipasi peristiwa ini, bursa-bursa dunia telah menerapkan aturan-aturan untuk membatasi dampak panic selling.
Misalnya, mereka menetapkan batasan maksimal perubahan harga saham. Ini
mirip sekering yang bisa mencegah kebakaran saat ada korsleting
listrik. (Sumber : Kontan.co.id)
0 Response to " Panic Selling"
Post a Comment