Memasuki akhir tahun dan menjelang tahun baru, mal-mal biasanya sibuk menghias kaca-kaca jendela mereka (window dressing) dengan aneka ragam hiasan. Tujuannya, tentu saja, adalah untuk memikat pembeli sebanyak-banyaknya. Fenomena window dressing seperti ini juga sering terjadi di dunia keuangan. Manajer investasi melakukan window dressing menjelang pelaporan kinerja mereka.
SEPERTI kita tahu, umumnya, para manajer investasi (fund manager)
yang memiliki produk reksadana secara rutin akan menyampaikan laporan
hasil pengelolaan reksadananya kepada para investor. Dalam laporan yang
dirilis tiap akhir triwulan atau akhir tahun ini, manajer investasi akan
merinci surat-surat berharga yang ada di dalam portofolio investasi
reksadana tersebut.
Nah, saat pelaporan ini, sebagian manajer investasi tak jarang melakukan praktik window dressing.
Mirip dengan fenomena mal-mal yang berhias menjelang tahu baru tadi,
para manajer investasi juga "mendandani" laporannya agar terlihat
memikat. Caranya, mereka akan menjual surat-surat berharga yang harganya
hancur dan kemudian membeli surat berharga yang harganya sedang melejit
dan menjadi pembicaraan di pasar.
Dengan strategi seperti ini, manajer investasi bisa menyembunyikan
kegagalan-kegagalan investasinya. Maklum, di dalam laporan kepada
investor, yang tampil adalah portofolio yang berisi surat-surat berharga
ngetop tadi. Dus, laporan manajer investasi kepada para investor akan
terlihat cantik. Ujungnya, selain memuaskan investor lama, laporan
seperti itu juga bisa memikat investor baru.
Karena aksi window dressing itu dilakukan oleh banyak
manajer investasi, biasanya harga surat-surat berharga tertentu -seperti
saham- akan cenderung meningkat menjelang akhir periode triwulan atau
akhir tahun. Jika jeli, ini bisa menjadi peluang bagi investor untuk
memetik keuntungan.
Aksi window dressing yang dilakukan oleh para manajer
investasi bisa menguntungkan dan sekaligus merugikan investor pasar
modal. Investor yang berinvestasi langsung bisa memanfaatkan momen
menjelang akhir periode pelaporan itu untuk menjaring keuntungan jangka
pendek. Tapi, investor reksadana justru bisa tertipu.
INVESTOR yang berinvestasi langsung di surat berharga seperti saham atau obligasi memang bisa memanfaatkan dampak window dressing
untuk memetik keuntungan. Pasalnya, aksi perburuan yang dilakukan oleh
para manajer investasi menjelang pelaporan portofolio akan membuat harga
beberapa saham atau obligasi melejit. Nah, investor yang jeli bisa
mendompleng membeli saham-saham atau obligasi-obligasi itu dan
menjualnya kembali sebelum harganya turun.
Namun, dampak bagi investor reksadana sendiri justru tak terlalu baik. Window dressing
atau aksi permak laporan portofolio reksadana yang dilakukan para
manajer investasi membuat para investor memperoleh informasi yang keliru
tentang reksadana yang dimilikinya. Laporan portofolio reksadana yang
mereka terima memang terlihat cantik. Reksadana itu berinvestasi di
instrumen-instrumen investasi yang ngetop. Kalau saham, ya, pasti
saham-saham unggulan; bukan saham gorengan.
Padahal, barang-barang premium itu mungkin hanya akan mejeng
sementara saja di laporan itu. Sebab, sangat mungkin, manajer investasi
akan menjual kembali aset-aset itu setelah masa pelaporan portofolio
selesai. Karenanya, ketika menerima laporan reksadana, investor mesti
lebih "cerewet". Misalnya, ia bisa menanyakan jangka waktu kepemilikan
aset-aset yang ada di laporan itu.
Oh, ya, para emiten saham juga bisa melakukan window dressing. Misalnya, ia menggenjot penjualan sebelum laporan. Tapi, sebagian besar penjualan itu ternyata masih berupa piutang. (Sumber : Kontan.co.id)
0 Response to "Window Dressing"
Post a Comment