Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, kita hanya
perlu merogoh kocek sekitar Rp 2 juta untuk membeli sebuah sepeda motor
baru. Tapi, kini harga sepeda motor baru minimal sudah mencapai sekitar
Rp 10 juta. Selain motor, harga rumah, mobil, minyak, bensin, bahkan
sampai harga nasi bungkus juga makin mahal. Ini fakta bahwa kita telah
mengalami inflasi yang sangat tinggi dalam 10 tahun terakhir.
Namun, apakah inflasi, apa yang memicu inflasi, dan apa dampaknya
bagi investasi kita? Definisi inflasi adalah kenaikan harga barang dan
jasa secara terus-menerus. Tingkat inflasi dinyatakan dalam persen
setiap tahun.
Jika inflasi meningkat, nilai uang kita juga akan menyusut. Sebab,
dengan jumlah uang yang sama kita hanya mampu membeli produk atau jasa
dalam jumlah yang semakin sedikit.
Jenis atau variasi inflasi sendiri ada beberapa. Yang pertama adalah
deflasi. Ini adalah lawan dari inflasi. Jadi, dalam deflasi, harga
barang dan jasa justru turun. Kedua, adalah hiperinflasi. Ini terjadi
jika inflasi menyentuh angka yang sangat tinggi. Hiperinflasi pernah
terjadi di Jerman pada tahun 1923 ketika harga-harga melonjak sampai
2.500% dalam sebulan.
Ketiga adalah stagflasi. Ini adalah kombinasi antara inflasi,
pertumbuhan ekonomi yang mandek, dan pengangguran yang tinggi. Banyak
negara industri mengalami stagflasi pada tahun 1970-an ketika kondisi
ekonomi diperparah oleh kebijakan OPEC menaikkan harga minyak.
Saat ini, negara-negara maju berusaha menjaga inflasi mereka di angka
2%-3%. Sementara, di negara-negara berkembang biasanya tingkat
inflasinya lebih tinggi.
Ada dua hal yang memicu inflasi itu. Yang pertama adalah peningkatan permintaan. Inflasi semacam ini disebut juga demand-pull inflation. Dalam kondisi ini, harga barang dan jasa meningkat karena permintaannya melonjak tinggi. Yang kedua, biaya produksi (cost-push inflation). Pada saat
biaya produksi perusahaan naik, biasanya ia juga akan meningkatkan harga
produknya. Biaya produksi itu bisa mencakup gaji, pajak, harga bahan
baku, dan lain-lain.?
Banyak orang yang mengatakan bahwa inflasi itu seperti hantu. Ia tak
kelihatan tapi mengancam semua orang. Tak hanya orang miskin, orang kaya
pun akan terkena dampak inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan
sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja, daya tahan masing-masing orang
untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda. Orang miskin merasakan dampak paling pahit.
NAMUN, sebenarnya dampak inflasi juga bergantung pada jenis
inflasinya, apakah masyarakat sudah mengantisipasi inflasi itu atau
belum.
Jika suatu inflasi sudah diantisipasi (anticipated inflation),
kita bisa bisa siap-siap untuk mengkompensasi inflasi itu. Misalnya,
perbankan bisa mengubah bunganya atau karyawan bisa melakukan negosiasi
dengan perusahaan untuk memberikan kenaikan gaji otomatis yang
menyesuaikan dengan tingkat inflasi.
Masalah menjadi rumit jika inflasi itu datang tiba-tiba atau tak bisa diantisipasi (unanticipated inflation).
Ambil
contoh, pihak kreditur pasti akan rugi, sementara debitur atau
pengutang untung jika kreditur itu tak bisa mengantisipasi inflasi
dengan tepat. Ketidakpastian juga akan membuat perusahaan dan konsumen
menunda konsumsinya. Ujung-ujungnya, ekonomi dalam jangka panjang akan
terganggu. Selain itu, daya beli orang yang memiliki gaji tetap seperti
pensiunan juga pasti akan merosot.
Namun demikian, jangan hanya melihat inflasi dari sudut pandang
negatif. Sebab, sebenarnya inflasi juga memberikan sinyal-sinyal positif
tentang perekonomian suatu negara. Sejatinya, adanya inflasi merupakan
tanda bahwa ekonomi suatu negara sedang tumbuh. Bahkan, dalam kondisi
tertentu, inflasi yang terlalu rendah (atau bahkan deflasi) sama
buruknya dengan inflasi yang tinggi.
Inflasi yang rendah itu mungkin merupakan pertanda bahwa ekonomi
sedang melemah. Misalnya, inflasi yang rendah itu muncul karena tingkat
produksi perusahaan rendah atau konsumsi masyarakat melambat.
Kesimpulannya, kita tak bisa selalu mengatakan bahwa inflasi merupakan
hal yang buruk.?
Memahami seluk-beluk investasi sangat penting bagi para investor.
Sebab, inflasi juga mempengaruhi nilai uang yang diinvestasikan oleh
investor. Inflasi itu akan menggerus keuntungan investasi para investor.
Jadi, investor harus hati-hati memilih produk investasi. Jika asal
tubruk, alih-alih berbiak, dana yang ditanamkan oleh investor justru
terancam menyusut.
DAMPAK inflasi terhadap portofolio investasi Anda sangat bergantung
pada jenis instrumen investasi yang Anda miliki. Jika hanya berinvestasi
di saham, Anda mestinya tak perlu terlalu khawatir.
Pasalnya, dalam jangka panjang, pendapatan dan laba emiten saham akan
tumbuh mengikuti inflasi. Karenanya, dalam jangka panjang, inflasi juga
akan membuat harga saham selalu naik. Jadi, Anda tak perlu khawatir
inflasi itu akan menggerus investasi saham Anda.
Namun, ada pengecualian, saat terjadi stagflasi. Kombinasi ekonomi
yang buruk dan peningkatan biaya produksi membuat kinerja perusahaan itu
juga memburuk.
Lain lagi ceritanya investor yang berinvestasi di instrumen
pendapatan tetap. Mereka ini justru akan mengalami dampak paling buruk
dari inflasi. Ambil contoh, setahun yang lalu, seorang investor
menginvestasikan Rp 1 miliar dalam sebuah obligasi yang memberikan imbal
hasil 10% per tahun. Artinya, saat ini, nilai investasi investor itu
telah berkembang menjadi Rp 1,1 miliar.
Tapi, apakah keuntungan yang Rp 100 juta itu benar-benar riil?
Jawabannya tidak. Jika dalam setahun terakhir inflasi positif, nilai uang juga akan menyusut, termasuk keuntungan investor itu. Karenanya, kita juga harus memperhitungkan dampak inflasi. Jika inflasi satu tahun terakhir 6%, artinya keuntungan riil investor itu
sebenarnya hanya 4%.
Jawabannya tidak. Jika dalam setahun terakhir inflasi positif, nilai uang juga akan menyusut, termasuk keuntungan investor itu. Karenanya, kita juga harus memperhitungkan dampak inflasi. Jika inflasi satu tahun terakhir 6%, artinya keuntungan riil investor itu
sebenarnya hanya 4%.
Contoh ini menunjukkan perbedaan antara bunga nominal dan bunga riil.
Bunga nominal adalah tingkat pertumbuhan jumlah uang Anda. Adapun bunga
riil adalah pertumbuhan riil dari daya beli Anda. Dengan kata lain,
rumus bunga riil adalah: bunga nominal dikurangi dengan inflasi. (Sumber : Kontan.co.id)
0 Response to " Inflasi dan Investasi"
Post a Comment